Thursday, May 30, 2013

Hitung Hitungan Bisnis Kedai Kopitiam

Kedai kopi yang mengusung konsep kopitiam semakin menjamur. Sarana nongkrong dengan secangkir kopi nan murah meriah menjadi daya tarik pembeli yang ingin bersantai. Tak heran, juragan kopitiam bisa balik modal dengan cepat. Tertarik?
Kopitiam merupakan kedai kopi tradisional gabungan kata “kopi” dari bahasa melayu dan “tiam” dari berbahasa hokkian yang berarti kedai. Sejak dua tahun terakhir, kedai kopi jenis ini makin diminati. Suasana kedai yang santai, akrab, dan menu murah meriah menjadi sarana nongkrong yang pas sekali bagi kaum muda dan orang-orang kantoran.
Salah satu alasan membuka bisnis ini adalah
margin keuntungan yang besar, antara 25% hingga 30%. Bahkan, selain punya usaha kopitiam, Ashari, pemilik Singaporean Coffee Stall di Batam, yang sudah memiliki tujuh kopitiam di Batam mengaku bisa meraup keuntungan dari jasa lain, yakni menyiapkan kopitiam di beberapa kota. “Saya hanya bertugas menyiapkan kedai milik investor hingga siap untuk melayani pengunjung,” ujarnya, kepada Kontan, beberapa waktu lalu.
Dalam sehari, satu kedai kopi Ashari bisa menghimpun omzet hingga Rp 2 juta. Artinya, sebulan, satu kopitiam bisa mengantongi Rp 60 juta. Sebagai gambaran, satu kilogram kopi seharga Rp 60.000 bisa menjadi sekitar 60 cangkir kopi item seharga Rp 10.000 per cangkir. Itu belum termasuk pendapatan dari minuman dan menu makanan yang lain. Menggiurkan?
Area Manager Kopitiam Oey Tebet Irmansyah bilang, dalam sehari, setidaknya 130 tamu datang ke kedai kopi milik pakar kuliner Bondan Winarno ini. Rata-rata dalam sebulan, Kopitiam Oey bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp 100 juta. Tahun ini, pihaknya menargetkan kenaikan omzet sebesar 20%.
“Kopitiam masih menjadi bisnis yang menjanjikan. Terbukti, semakin banyak cabang-cabang baru Kopitiam Oey dan kopitiam-kopitiam lain,” ujarnya.
Tren kopitiam juga melanda kota gudeg. Kopitiam 51 yang baru dibuka pertengahan tahun 2010 lalu, saban hari dikunjungi 90 pembeli hingga 100 pembeli. “Saat kami buka, belum ada kopitiam di Yogyakarta. Sekarang, jumlahnya mulai banyak,” kata General Manager Kopitiam 51, Dicky Hermanto.
Dicky memaklumi persaingan bisnis kedai kopi yang kian ketat. Tapi, Kopitiam 51 memiliki cara tersendiri menarik pengunjung. Tak seperti kopitiam pada umumnya yang mengusung kopi sebagai menu utama, Kopitiam 51 justru mengangkat menu makanan, seperti bandeng tanpa duri sebagai menu utama. “Kami menggunakan nama kopitiam supaya orang tak ragu datang. Orang Yogyakarta yang ke luar kota pasti kenal kopitiam,’’ ujarnya.
Dicky bilang, semakin banyak kopitiam yang muncul justru membantu memperkuat merek itu, meskipun masing-masing kedai memiliki karakteristik menu dan suasana yang berbeda. “Kami punya pengalaman, ketika awal berdiri di Yogyakarta, cukup sulit memperkenalkan kopitiam kepada masyarakat. Sebab, masih banyak masyarakat Yogyakarta yang belum kenal,” jelasnya.
Untuk memulai usaha kopitiam sendiri, nilai modal yang harus disiapkan cukup variatif, tergantung konsep dan skala usaha. Tapi paling tidak, Anda harus menyiapkan modal Rp 250 juta. Modal sebesar itu digunakan untuk membuka usaha seluas 50 meter persegi (m²) hingga 60 m². Sekitar 30% modal digunakan untuk membeli peralatan dapur, 40% untuk renovasi dan membeli perlengkapan interior, lalu sebesar 30% digunakan sebagai belanja bahan baku awal.
Dengan gerai seluas itu, paling tidak Anda harus beromzet Rp 2 juta per hari supaya usaha Anda bisa balik modal dalam kurun waktu tak lebih 2 tahun.
Karyawan yang dibutuhkan setiap gerai lima atau enam orang. Total porsi gaji karyawan sekitar 15% dari omzet per bulan. Biaya lain berupa ongkos belanja bahan baku memakan 20% omzet, sewa tempat (25%), listrik, air, dan telepon (5%), dan promosi (5%). “Promosi setiap bulan bertujuan untuk tetap menarik minat pengunjung,” kata Ashari. Selain menyebar brosur, bentuk promosinya antara lain memberikan makanan gratis. Misalnya, minum kopi gratis roti isi srikaya.
Ashari menyarankan, supaya modal balik cepat, sebaiknya lokasi usaha tak terlalu luas. “Justru di konsep kopitiam, kursi saling berimpit. Suasana memang seperti pasar,” katanya. Menurut Ashari, lokasi usaha sangat menentukan keberhasilan sebuah kedai kopi. Harga sewa murah serta lokasi strategis alias banyak orang lalu lalang orang akan sangat membantu peningkatan omzet.
Kopitiam 51 memiliki cara unik untuk menarik minat. Konsep garden (kebun) yang diusung tak pelak mengharuskan investasi yang cukup besar, yakni Rp 1 miliar.
Dicky memerinci, renovasi tempat usaha membutuhkan dana Rp 300 juta. Kebutuhan membeli perlengkapan dan peralatan sebesar Rp 350 juta. “Kami juga membuat konsep bar, lengkap dengan sound system. Jadi, investasinya cukup besar,” katanya. Sisanya, Rp 350 juta, digunakan untuk biaya promosi dan dana cadangan.
Asumsi pendapatan Kopitiam 51 adalah Rp 75 juta per bulan. Asumsinya, setiap hari ada 100 pengunjung yang belanja senilai Rp 25.000. Sementara, pengeluaran per bulan antara lain untuk gaji 15 karyawan sekitar Rp 13,5 juta, belanja bahan Rp 30 juta, dan membayar listrik dan air Rp 6 juta. “Kebetulan ini lahan sendiri, jadi tidak ada pengeluaran sewa lokasi,” kata Dicky. Keuntungan per bulan bisnis ini sekitar
Rp 25,5 juta. Artinya, Kopitiam 51 hanya butuh waktu sekitar tiga tahun untuk balik modal.
Dicky mengakui, pencapaian BEP cukup lama karena konsep garden. “Selain menu, kami memang menawarkan suasana. Nah, konsep ini yang bikin mahal,” katanya. Apalagi, omzet bisa turun ketika masuk musim hujan. Namun, Dicky yakin bisnis ini kian bersinar karena pemain yang makin ramai. (bn)

No comments:

Post a Comment